Umbi singkong (ketela pohon/cassava) sudah sejak lama dikenal
masyarakat Indonesia sebagai salah satu bahan makanan yang cukup penting
sebagai sumber asupan karbohidrat.
Selama ini masyarakat di pedesaan biasanya mengkonsumsi singkong dengan cara dimasak langsung (direbus, dikukus dan digoreng) atau dikeringkan terlebih dahulu di bawah terik matahari untuk dijadikan gaplek. Sebelum dimasak, gaplek biasanya ditumbuk terlebih dahulu menjadi tepung gaplek untuk selanjutnya dimasak dengan cara dikukus menjadi makanan yang dikenal dengan sebutan tiwul.
Sebagian masyarakat di pedesaan ada juga yang memanfaatkan umbi singkong sebagai bahan dasar pembuatan tape (di wilayah Jawa Barat dikenal dengan istilah peuyeum sampeu) melalui proses fermentasi dengan menggunakan ragi tape. Produk makanan berbahan baku umbi singkong khususnya goreng singkong dan tape sebetulnya sudah cukup memasyarakat sebagai makanan ringan yang banyak dijajakan oleh para pedagang makanan gorengan.
Berbeda dengan gorengan umbi singkong yang relatif banyak dikenal anggota masyarakat, makanan tiwul sampai saat ini masih belum begitu populer di masyarakat, terutama di perkotaan mengingat proses pembuatannya yang relatif cukup memakan waktu. Namun dari sisi pembentukan cadangan pangan, cara pembuatan tiwul yang melalui tahapan pembuatan gaplek sebetulnya memiliki kelebihan dibandingkan dengan konsumsi umbi singkong secara langsung. Sebab, gaplek bisa tahan disimpan lebih lama ketimbang disimpan dalam bentuk umbi singkong biasa.
Gaplek singkong yang diolah secara tradisional menjadi tiwul selama ini belum begitu dikenal sebagai sumber bahan makanan pokok masyarakat. Selain karena proses pembuatannya yang cukup memakan waktu, tiwul tradisional juga memiliki kandungan gizi yang relatif rendah jika dibandingkan dengan jenis makanan lainnya.
Namun demikian dari sisi ketahanan pangan, pemberdayaan tiwul sebagai alternatif sumber makanan tetap perlu diperhitungkan. Lebih-lebih apabila sentuhan teknologi dapat mengatasi kendala ketidakpraktisan dan lamanya waktu proses penyiapan makanan tiwul. Sentuhan teknologi kembali diharapkan dapat mengatasi persoalan rendahnya kandungan gizi dalam bahan makanan tiwul melalui proses fortifi kasi (pengayaan kandungan nutrisi dengan berbagai zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia).
Pemberdayaan tiwul sebagai salah satu alternatif sumber makanan bagi masyarakat diyakini dapat memperkuat ketahanan pangan nasional. Sebab, pemberdayaan tiwul sebagai sumber alternatif makanan masyarakat dapat mensukseskan program diversifi kasi pangan di dalam negeri. Dengan demikian, pemberdayaan tiwul dapat turut mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sejumlah bahan pangan utama seperti beras, terigu, jagung, kedelai dll.
Adalah PT Sinar Sukses Sentosa yang telah memprakarsai pembuatan tiwul instan (titan) dalam skala komersial dari bahan baku umbi singkong. Perusahaan yang berlokasi di Gunungkidul, Yogyakarta ini telah beroperasi sejak tahun 2002 dengan memanfaatkan hasil penelitian dan pengkajian serta technical assistance dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk Bogasari Flour Mills.
Produk tiwul instan buatan PT Sinar Sukses Sentosa kini sudah dipasarkan di kalangan masyarakat khususnya di wilayah Gunungkidul, Yogyakarta dan di sejumlah daerah lainnya. Animo masyarakat terhadap produk tiwul instan cukup tinggi terbukti dengan larisnya penjualan tiwul di wilayah-wilayah pemasaran tersebut. Hal itu menunjukkan penerimaan masyarakat terhadap produk tiwul instan itu cukup tinggi.
Kini PT Sinar Sukses Sentosa memasarkan produk tiwul instan dalam kemasan ukuran 250 gram dan dalam kemasan ukuran 5 kg dengan menggunakan merk Rr. Srikandi. Srikandi merupakan merk tiwul instan yang didesain sangat mirip dengan tiwul tradisional, baik dalam hal bau, rasa dan tekstur. Bedanya adalah produk tiwul instan ini telah diperkaya dengan zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia seperti Vitamin A, Zat Besi, Protein dan Iodium. Perbedaan lainnya, tiwul instan Srikandi dibuat melalui proses pabrikasi yang higienis melalui sistem kontrol yang ketat dan dengan menerapkan standard mutu bahan yang ketat pula.
Tiwul instan Srikandi dibuat dari bahan utama berupa tepung singkong yang diperkaya (difortifi kasi) melalui pencampuran bahan tepung jagung, vitamin dan mineral serta air. Melalui proses pengeringan tanpa menggunakan bahan pengawet, produk tiwul instan Srikandi bisa tahan disimpan sampai hampir satu tahun. Produk tiwul instan Srikandi kini sudah memiliki sertifi kat halal dari MUI dan telah lolos pengujian Badan POM.
Dengan sentuhan teknologi modern, tiwul instan Srikandi dapat menjadi bahan makanan warisan budaya asli bangsa Indonesia yang bergengsi dan kaya akan nilai gizi dan nutrisi. Cara memasaknya pun cukup praktis dan mudah serta penyajiannya hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit.
Setiap bulannya PT Sinar Sukses Sentosa memproduksi tidak kurang dari 8,6 ton atau 500 kg per hari tiwul instan Srikandi yang terbagi dalam dua jenis produk, yaitu Srikandi rasa manis gula jawa dan Srikandi rasa tawar yang dapat ditambah rasa asin atau manis sesuai dengan selera konsumen. Selain itu, perusahaan juga memproduksi tepung singkong (cassava) dengan rata-rata volume produksi 250 ton per bulan.
Tepung singkong dimaksud berbeda dengan tepung tapioka karena tepung singkong dibuat melalui proses pengeringan bahan baku umbi singkong terlebih dahulu hingga kadar airnya menyusut tianggal 10%. Umbi singkong yang telah kering tersebut kemudian digiling hingga halus menjadi tepung singkong yang masih tetap mengandung serat umbi. Sedangkan tepung tapioka dibuat dengan cara menggiling dan memeras umbi singkong sehingga diperoleh sari pati umbi singkong yang kemudian dikeringkan menjadi tepung pati singkong.BAA
Selama ini masyarakat di pedesaan biasanya mengkonsumsi singkong dengan cara dimasak langsung (direbus, dikukus dan digoreng) atau dikeringkan terlebih dahulu di bawah terik matahari untuk dijadikan gaplek. Sebelum dimasak, gaplek biasanya ditumbuk terlebih dahulu menjadi tepung gaplek untuk selanjutnya dimasak dengan cara dikukus menjadi makanan yang dikenal dengan sebutan tiwul.
Sebagian masyarakat di pedesaan ada juga yang memanfaatkan umbi singkong sebagai bahan dasar pembuatan tape (di wilayah Jawa Barat dikenal dengan istilah peuyeum sampeu) melalui proses fermentasi dengan menggunakan ragi tape. Produk makanan berbahan baku umbi singkong khususnya goreng singkong dan tape sebetulnya sudah cukup memasyarakat sebagai makanan ringan yang banyak dijajakan oleh para pedagang makanan gorengan.
Berbeda dengan gorengan umbi singkong yang relatif banyak dikenal anggota masyarakat, makanan tiwul sampai saat ini masih belum begitu populer di masyarakat, terutama di perkotaan mengingat proses pembuatannya yang relatif cukup memakan waktu. Namun dari sisi pembentukan cadangan pangan, cara pembuatan tiwul yang melalui tahapan pembuatan gaplek sebetulnya memiliki kelebihan dibandingkan dengan konsumsi umbi singkong secara langsung. Sebab, gaplek bisa tahan disimpan lebih lama ketimbang disimpan dalam bentuk umbi singkong biasa.
Gaplek singkong yang diolah secara tradisional menjadi tiwul selama ini belum begitu dikenal sebagai sumber bahan makanan pokok masyarakat. Selain karena proses pembuatannya yang cukup memakan waktu, tiwul tradisional juga memiliki kandungan gizi yang relatif rendah jika dibandingkan dengan jenis makanan lainnya.
Namun demikian dari sisi ketahanan pangan, pemberdayaan tiwul sebagai alternatif sumber makanan tetap perlu diperhitungkan. Lebih-lebih apabila sentuhan teknologi dapat mengatasi kendala ketidakpraktisan dan lamanya waktu proses penyiapan makanan tiwul. Sentuhan teknologi kembali diharapkan dapat mengatasi persoalan rendahnya kandungan gizi dalam bahan makanan tiwul melalui proses fortifi kasi (pengayaan kandungan nutrisi dengan berbagai zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia).
Pemberdayaan tiwul sebagai salah satu alternatif sumber makanan bagi masyarakat diyakini dapat memperkuat ketahanan pangan nasional. Sebab, pemberdayaan tiwul sebagai sumber alternatif makanan masyarakat dapat mensukseskan program diversifi kasi pangan di dalam negeri. Dengan demikian, pemberdayaan tiwul dapat turut mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sejumlah bahan pangan utama seperti beras, terigu, jagung, kedelai dll.
Adalah PT Sinar Sukses Sentosa yang telah memprakarsai pembuatan tiwul instan (titan) dalam skala komersial dari bahan baku umbi singkong. Perusahaan yang berlokasi di Gunungkidul, Yogyakarta ini telah beroperasi sejak tahun 2002 dengan memanfaatkan hasil penelitian dan pengkajian serta technical assistance dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk Bogasari Flour Mills.
Produk tiwul instan buatan PT Sinar Sukses Sentosa kini sudah dipasarkan di kalangan masyarakat khususnya di wilayah Gunungkidul, Yogyakarta dan di sejumlah daerah lainnya. Animo masyarakat terhadap produk tiwul instan cukup tinggi terbukti dengan larisnya penjualan tiwul di wilayah-wilayah pemasaran tersebut. Hal itu menunjukkan penerimaan masyarakat terhadap produk tiwul instan itu cukup tinggi.
Kini PT Sinar Sukses Sentosa memasarkan produk tiwul instan dalam kemasan ukuran 250 gram dan dalam kemasan ukuran 5 kg dengan menggunakan merk Rr. Srikandi. Srikandi merupakan merk tiwul instan yang didesain sangat mirip dengan tiwul tradisional, baik dalam hal bau, rasa dan tekstur. Bedanya adalah produk tiwul instan ini telah diperkaya dengan zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia seperti Vitamin A, Zat Besi, Protein dan Iodium. Perbedaan lainnya, tiwul instan Srikandi dibuat melalui proses pabrikasi yang higienis melalui sistem kontrol yang ketat dan dengan menerapkan standard mutu bahan yang ketat pula.
Tiwul instan Srikandi dibuat dari bahan utama berupa tepung singkong yang diperkaya (difortifi kasi) melalui pencampuran bahan tepung jagung, vitamin dan mineral serta air. Melalui proses pengeringan tanpa menggunakan bahan pengawet, produk tiwul instan Srikandi bisa tahan disimpan sampai hampir satu tahun. Produk tiwul instan Srikandi kini sudah memiliki sertifi kat halal dari MUI dan telah lolos pengujian Badan POM.
Dengan sentuhan teknologi modern, tiwul instan Srikandi dapat menjadi bahan makanan warisan budaya asli bangsa Indonesia yang bergengsi dan kaya akan nilai gizi dan nutrisi. Cara memasaknya pun cukup praktis dan mudah serta penyajiannya hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit.
Setiap bulannya PT Sinar Sukses Sentosa memproduksi tidak kurang dari 8,6 ton atau 500 kg per hari tiwul instan Srikandi yang terbagi dalam dua jenis produk, yaitu Srikandi rasa manis gula jawa dan Srikandi rasa tawar yang dapat ditambah rasa asin atau manis sesuai dengan selera konsumen. Selain itu, perusahaan juga memproduksi tepung singkong (cassava) dengan rata-rata volume produksi 250 ton per bulan.
Tepung singkong dimaksud berbeda dengan tepung tapioka karena tepung singkong dibuat melalui proses pengeringan bahan baku umbi singkong terlebih dahulu hingga kadar airnya menyusut tianggal 10%. Umbi singkong yang telah kering tersebut kemudian digiling hingga halus menjadi tepung singkong yang masih tetap mengandung serat umbi. Sedangkan tepung tapioka dibuat dengan cara menggiling dan memeras umbi singkong sehingga diperoleh sari pati umbi singkong yang kemudian dikeringkan menjadi tepung pati singkong.BAA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar